April 27, 2013

Dan barang-barang itupun memanggilku…

Pagi buta itu kuawali dengan membuka mataku selebar-lebarnya. Bangkit dari peraduan yang nyaman dan empuk, apalagi kalau bukan kasur. Yang selalu membuatku terlelap dengan mudahnya. Bangkit, berjalan menuju kamar mandi dengan jalan sempoyongan, mirip orang mabuk. Kuambil segenggam air, kubasuh mukaku. Segar, dingin menyelimuti kulitku. Kuberjalan menuju pojok kamarku, kuambil sajadah yang sudah using, robek sana-sini. Kupejamkan mata, kuatkan niat. Mengangkat kedua tanganku, sambil mengucap takbir. Kulantunkan nada-nada syahdu hanya untuk Dia. Melodi-melodi penuh syukur terucap kala habis mengucapkan kedua salam.
            Pagi ini terlihat tidak seperti biasanya, lebih tenang. Ya, mungkin alam bisa terasa lain. Namun tidak bagi kami, keluarga kecil yang hanya tinggal di bawah kolong jembatan. Aku hanya tinggal bersama kedua adikku yang masih kecil dan imut-imut. Dunia sebentar lagi akan terasa sangat berbeda. Dalam hitungan beberapa jam saja, rasanya aku sudah hidup di dunia yang berbeda. Dunia yang lebih kejam, tidak berperi kemanusiaan. Ya beginilah setiap hari bergulir meninggalkan jejak-jejak yang kadang menyenangkan kadang menyebalkan. Beginilah mungkin nasib kami, semenjak orang tua kami meninggal karena kekejaman dunia ini. Lebih tepat para makhlukNya yang selalu berbuat kerusakan.
            “Kak, kapan kita berangkat bekerja?”, tanya polos adik sulungku. “Iya, bentar ya dek, kakak harus siap-siap dulu”, kataku lembut. Segera saja kugandeng kedua adikku, tak lupa ku gendong tempat yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk setengah bola itu, terdengar seperti aku mengenakan tas ransel ya, haha. Welcome to the reality. Saat tiba disuatu tempat, kulepaskan gandengan erat adik-adikku. Kubiarkan mereka bermain. Orang kota menganggap jijik dan tak pantas bahwa anak-anak seusia adik-adikku bermain di tempat yang seperti ini. Tapi nyatanya, terlukis senyun bahagia, tak lupa gelak tawa memamerkan gigi mereka berdua. Kadangkala mereka melemparkan barang ke arahku. Rupanya mereka mengajakku bermain, maka ku balas lemparkan kepada mereka. Aku tidak boleh banyak bermain, aku harus mendapatkan uang yang banyak hari ini, demi mereka. Maka kulanjutkan dengan memungut satu persatu barang yang masih bisa dipakai atau dijual, bahasa kerennya di daur ulang. Sedangkan mereka masih tetap bermain.
***
            Seakan barang-barang itu berteriak kesakitan. Maka kusudahi dulu untuk hari ini. Tapi, apakah kalian tahu apa yang ku maksut dengan barang-barang itu? Untuk orang lain sering mengatakan itu sampah. Tapi aku tidak pernah mengatakan itu sampah. Karena menurutku semuanya berguna, tidak ada sampah. Karena buktinya biarpun mereka mengatakan itu sampah, nyatanya mereka tetap membutuhkannya bukan? Tak bisa dinyana, aku menyuap makanan ke mulut-mulut mereka juga dengan hasil uang barang-barang itu. Apa tega aku mengatakan bahwa aku menyuap mereka dengan sampah? Oh adikku.
***
            Aku mendatangi para pengkulak barang-barang itu. Hari ini aku mendapatkan banyak gelas dan botol-botol mekas air mineral. Itu artinya, uang yang akan aku dapat semakin banyak. Aku bisa membelikan lauk yang pantas bagi adik-adikku yang dalam masa pertumbuhan itu. Aku sangat bersyukur karena adik-adikku tidak pernah mengeluh karena keaadan kami. Senyum dan tawa mereka adalah pelipur lara bagiku. Tiba-tiba saja si sulung nyeletuk “Kak, aku sering lihat ada anak yang digandeng dan disuapi oleh perempuan, bukan laki-laki. Itu siapa sih sebernya kak?”, tanyanya polos sekali, terdengar sangat menyayat hati. “Oh itu, emang adik lihat dimana? Yaudah, makan dulu nih kakak suapin, mulutnya dibuka yang lebar ya biar makanannya gak jatuh”, ucapku tak terasa ada setitik embun yang hendak menetes dari ujung kedua mataku. Kupandangi seluruh dinding tempat tinggal kami. Polos, tidak ada apa-apa, berharap ada foto kedua orang tua kami. Boro-boro ada foto, yang ada hanyalah coret-coretan adik-adikku yang setiap hari kuajari menulis. Namun aku tak pernah menyebut kata bunda, mama, papa, ayah dan sejenisnya. Aku tak ingin mereka mengetahui orang tua mereka. Bukan karena apa, karena aku tak ingin senyum manisnya yang tiap hari berubah menjadi hujan rintik-rintik yang siap menerpa kedua bola mata mereka.           
            Dan pagi berikutnya, berawal tetap syahdunya. Angin bersemilir menerpa bulu-bulu kudukku. Yang nantinya aku akan tetap bersama barang-barang itu. Menggenggam kedua tangan adik-adikku dan barang-barang itu serta berharap masa depan kami akan secerah sinar mentari yang selalu menemaniku bersama barang-barang itu (lagi).
*Insaallah bersambung… :)

{SILVER QUEEN}
X-2
JAISH Rockin perfect \m/
Saturday, 6th 2013
11:26 AM

No comments:

Post a Comment